Sabtu, 15 Januari 2011

PENGERTIAN IMUNISASI DAN CARA PEMBERIAN

Pengertian
• Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
• Suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu
Tujuan
• Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan mneghilangkan penyakit tertentu dari dunia
• Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian
• Melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu (intermediate goal)
Respon imun
• Respon imun primer ialah respon imun yang terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen
• Respon imun sekunder ialah respon imun yang diharapkan akan memberi respon adekuat bila terpajan pada antigen yang serupa. Diberikannya vaksinasi berulang beberapa kali adalah agar mendapat titer antibodi yang cukup tinggi dan mencapai nilai protektif.
Jenis kekebalan
Dilihat dari cara timbulnya
• Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh , bukan dibuat dari individu itu sendiri.
Kekebalan pasif alamiah, kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu dan tidak berlangsung lama(difteri,morbili, tetanus)
Kekebalan pasif buatan, kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan zat penolak (imunoglobulin).
• Kekebalan aktif
Kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau terpajan secara alamiah.
Kekebalan aktif biasanya prosesnya lambat tapi dapat berlangsung lama, akibat adanya memori imunologik.
Kekebalan aktif terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
Kekebalan aktif alamiah, kekebalan yang diperoleh setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit. Contoh : anak yang pernah menderita campak maka tidak akan terserang campak lagi
Kekebalan aktif buatan, kekebalan yang dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin atau imunisasi. Contoh : BCG, DPT, polio dll.
Status imun penjamu
• Antibodi maternal spesifik terhadap virus campak pada fetus
• ASI (IgA sekretori) terhadap virus polio
• Maturitas imunologik, pada neonatus fungsi makrofag dan pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang
• Yang sedang mendapat imunosupresan
• Gizi buruk, dapat menurunkan fungsi sel sistem imun sehingga imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik dan respon terhadap vaksin berkurang
Faktor genetik penjamu
Interaksi antara sel-sel sistem imun, secara genetik respon imun manusia dibagi atas responden baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu, sehingga ditemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.
Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenesitas
Faktor kualitas dan kuantitas yang dapat menentukan kkeberhasilan vaksinasi
• Cara pemberian
• Dosis
• Frekuensi dan jarak pemberian
• Jenis vaksin
Jenis vaksin
Live Attenuated yaitu bakteri atau virus hidup yang dilemahkan
Virus : campak, gondongan, rubella, Polio sabin, demam kuning
Bakteri : kuman TBC (BCG) dan demam tifoid oral
Inactivated yaitu bakteri atau virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif atau dimatikan
Virus : influenza, Polio salk, rabies, hepatitis A
Bakteri : pertusis (DPT), typoid, kolera
Racun kuman seperti toksoid : dipteri toksoid (DPT), tetanus (TT)
Polisakarida murni : pneumokokkus, meningokokus dan haemophylus influenza
Vaksin yang dibuat dari protein : hepatitis B
Rantai vaksin
Adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang telah ditetapkan agar memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan vaksin sampai pada saat pemberinanya pada sasaran
Sifat vaksin
Vaksin yang sensitif terhadap beku
Yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar dengan suhu dingin atau suhu pembekuan. Contoh : hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Hep B, DPT-HB -0,5 ᴼC Max ½ jam
DPT, DT, TT -0,5ᴼC sd -10ᴼC Mak 1,5-2 jam
DPT, DPT-HB, DT Beberapa ᴼC diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 14 hari
Hep B dan TT Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 30 hari
Vaksin yang sensitif terhadap panas
Yaitu golongan yang akan rusak bila terpapar dengan suhu panas yang berlebihan. Contoh : polio, BCG dan campak
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Polio Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 14 hari
Campak dan BCG Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 30 hari
Penanganan vaksin sisa
• Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan di posyandu tidak boleh dipergunakan lagi
• Sedang pelayanan imunisasi statis (di puskesmas, poliklinik), sisa vaksin dapat dipergunakan lagi dengan ketentuan sebagai berikut :
o Vaksin tidak melewati tanggal kadaluarsa
o Tetap disimpan dalam suhu +2ᴼC sd 8ᴼC
o Kemasan vaksin tidak pernah tercampur/terendam dengan air
o VVM tidak menunjukan indikasi paparan panas yang merusak
o Pada label agar ditulis tanggal pada saat vial pertama kali dipakai/dibuka
o Vaksin DPT, DT, TT, hepatitis B dan DPT-HB dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka
o Vaksin polio dapat digunakan kembali hingga 3 minggu sejak vial dibuka
o Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan tidak lebih dari 8 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG hanya boleh digunakan 3 jam setelah dilarutkan
Tata cara pemberian imunisasi
• Memberitahukan secara rinci tentang resiko vaksinasi dan resiko apabila tidak divaksinasi
• Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan
• Baca tentang teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan, jangan lupa mengenai persetujuan yang telah diberikan
• Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi
• Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan
• Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
• Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik
• Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan, periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya perubahan warna menunjukan adanya kerusakan
• Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk imunisasi tertinggal bila diperlukan
• Berikan vaksin dengan teknik yang benar yaitu mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerima vaksin
Setelah pemberian vaksin
• Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat
• Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
• Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan bila diperlukan
• Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti diatas dan berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan
Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode tertentu
Pemberian vaksin pada bayi
Vaksin BCG BCG, DPT-Hep B, Hep B
Tempat suntikan Lengan kanan atas luar Paha tengah luar
Cara penyuntikan Intracutan Intramuscular/subcutan dalam
Dosis 0,05 cc 0,5 ml
Ukuran jarum 10 mm, ukuran 26 25 mm, ukuran 23
jenis Bubuk+pelarut Siap pakai
Vaksin Campak Polio
Tempat suntikan Lengan kiri atas Mulut
Cara penyuntikan Subcutan Diteteskan di mulut
Dosis 0,5 ml 2 tetes
Ukuran jarum 25 mm, ukuran 23
Jenis Siap pakai Botol dengan alat tetes mulut
Teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin
• Bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet (tutup karet di desinfeksi)
• Tiap suntikan harus digunakan semprit dan jarum baru sekali pakai dan steril
• Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis
• Kulit yang akan disuntik dibersihkan
• Semprit dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup dan diberi label tidak mudah robek dan bocor
• Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak
JADWAL IMUNISASI WAJIB (PPI)
VAKSIN PROGRAM PENGEMBANGAN IMUNISASI (PPI)
• Vaksin BCG
• Vaksin Hepatitis B
• Vaksin Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT)
• Vaksin Polio
• Vaksin Campak
VAKSIN BCG (Bacille Calmette Guerin)
• BCG adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiakkan secara berulang selama 13 tahun (basil tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas)
• Indikasi yaitu untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC) dimana vaksin BCG tidak mencegah infeksi TBC tetapi mengurangi resiko TBC berat seperti meningitis, TBC tulang
• Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan
• Cara pemberian dan dosis vaksin
Yaitu vaksin dilarutkan dulu dengan 4 cc pelarut, vaksin yang dilarutkan harus dibuang dalam 3 jam, dosis pada bayi < 1 tahun 0,05 ml sedangkan pada anak > 1 tahun 0,10 ml. Vaksin ini disuntikan secara intracutan pada daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus)
• Penyimpanan vaksin
Vaksin disimpan pada suhu 2-8ᴼC, tidak boleh beku dan tidak boleh terkena sinar matahari
• Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat dari 3 jam
Jadwal pemberian
• Diberikan pada bayi 0-12 bulan tapi sebaiknya diberikan pada umur ≤2 bulan
• Apabila diberikan >3 bulan harus terlebih dahulu dilakukan uji tuberkulin (mantoux)
• Vaksinasi ulang, yaitu 5-7 tahun dan 12-15 tahun (jika uji tuberkulin negatif)
• Khasiat BCG selama 3 tahun dan lama kekebalan selama 9 tahun
Efek samping
• Tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
• Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus lokal yang timbul 2-3 minggu setelah penyuntikan dan meninggalkan luka parut dengan diameter 4-8 mm
• Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di axila (ketiak) atau leher. Tergantung pada umur dan dosis yang dipakai, biasanya akan sembuh sendiri
Indikasi kontra
• Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
• Sedang menderita HIV atau resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid (leukimia), mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe
• Anak menderita gizi buruk
• Menderita demam tinggi
• Menderita infeksi kulit yang luas
• Pernah/masih menderita TBC
• Kehamilan
Proteksi
• Mulai 8-12 minggu pasca vaksinasi
• Daya lindung hanya 42% (WHO 50-78%)
• Mencegah TB berat 60-80%
VAKSIN HEPATITIS B
• Untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit hepatitis B
• Rekombinan DNA sel ragi tidak infeksius
• Pencegahan dapat diberikan dengan imunisasi pasif ataupun imunisasi aktif
Imunisasi pasif
• Dilakukan dengan pemberian imunoglobulin
IG/ISG (Immune Serum Globulin)
HBIG (Hepatitis B Immune Globulin)
• Diberikan baik sebelum terjadinya paparan (preexposure) maupun setelah terjadinya paparan (postexposure)
• Indikasi utama pemberian imunisasi pasif
o Paparan dengan darah yang mengandung HbsAg, baik melalui kulit maupun mukosa
o Paparan seksual dengan pengidap HbsAg (+)
o Paparan perinatal ibu dengan HbsAg (+)
Pemberian vaksin
• Pada kecelakaan jarum suntik
Dosis : 0,06 ml/kg maks 5 ml harus diberikan dalam waktu 24 jam, diulangi 1 bulan kemudian
• Paparan seksual
Dosis tunggal 0,06 ml/kg, dosis maks 5 ml harus diberikan dalam jangka waktu 2 minggu
• Paparan perinatal
Dosis : 0,5 ml harus diberikan sebelum 48 jam
Imunisasi aktif
Dilakukan dengan pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius
Ada 3 jenis vaksin hepatitis B
• Vaksin yang berasal dari plasma
• Vaksin yang dibuat dengan teknik rekayasa genetika
• Vaksin polipeptida
Vaksin yang beredar di Indonesia
• Hevac-B (dosis ; dewasa 5 ug, anak 2,5 ug, pada ibu HbsAg (+) dosis 2x lipat)
• Hepaccine (dosis : dewasa 2 ug, anak 1,5 ug)
• B-Hepavac II (dosis ; dewasa 10 ug, anak 5 ug)
• Hepa-B (dosis : dewasa 20 ug)
• Engerix-B (dosis : anak 10 ug)
• Penyuntikan dilakukan secara intramuscular, didaerah deltoid atau paha anterior (jangan dilakukan didaerah bokong)
• Efek samping yang terjadi umumnya ringan, seperti nyeri, bengkak, panas, mual, nyeri sendi maupun otot
Jadwal pemberian
• Imunisasi Hb diberikan sedini mungkin setelah lahir
• Pemberian imunisasi Hb harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan
Bayi lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg nya
Vaksin rekombinan (Hb Vax-II 5 ug at Engerix-B10ug) atau vaksin plasma derived 10 ug (dalam waktu 12 jam), dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada usia 6 bulan
Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (+)
Diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan secara bersamaan di sisi tubuh yang berbeda dalam waktu 12 jam, dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada usia 6 bulan
Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (-)
Diberikan vaksin rekombinan atau vaksin plasma derived pada umur 2-6 bulan, dosis kedua pada 1-2 bulan kemudian, dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi kesatu
• Idealnya dilakukan Px anti HbsAg (paling cepat 1 bulan)
• Imunisasi ulang Hb (pada umur 10-12 tahun)
Kejadian ikutan pasca imunisasi
• Reaksi lokal kemerahan, nyeri, bengkak, demam ringan 2 hari
• Reaksi sistemik : mual muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi
Indikasi kontra
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontra indikasi absolut terhadap pemberian imunisasi hb terkecuali pada ibu hamil, laergi pada komponen vaksin, demam tinggi.
VAKSIN DPT
Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberikan kekebalan aktif yang bersamaan terhadap penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus
Difteri dan tetanus : toksoid yang dimurnikan
Pertusis : bakteri mati, terabsorbsi dalam alumunium fosfat
Tiap 1 ml terdiri dari 40Lf toksoid difteria, 24 OU pertusis, 15 Lf toksoid tetanus, alumunium fosfat 3 mg, thimerosal 0,1 mg
Toksoid Difteria
• Untuk imunisasi primer terhadap difteri digunakan toksoid difteri (alum precipitated formol toxoid) yang digabung dengan tetanus toxoid dan vaksin pertusis
• Imunisasi rutin pada anak, diberikan dengan 5 dosis yaitu pada usia 2, 4, 6 bulan yang diberikan bersamaan dengan polio. Dosis ulangan pada 15-18 bulan dan saat masuk sekolah harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ketiga
• Kombinasi toxoid difteri dan tetanus (DT)
Vaksin pertusis
• Untuk imunisasi yang dipakai adalah vaksin pertusis whole-cell (alum precipitated vaccine) yaitu vaksin yang merupakan suspensi kuman B pertusis mati
• Umumnya diberikan kombinasi bersama toxoid difteri dan tetanus
Toksoid tetanus
• Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu :
Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toxoid tetanus yang telah dilemahkan
• Kemasan tunggal (TT)
• Kemasan dengan vaksin difteri (DT)
• Kemasan dengan vaksin difteri dan pertusis (DPT)
Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif (ATS)
Jadwal pemberian
Upaya depkes dan kesos melaksanakan program eliminasi tetanus neonatorum (ETN) DPT I, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut :
• Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toxoid tetannus pada bayi, dihitung setara dengan 2 dosis toxoid pad anak besar atau dewasa
• Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toxoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa
• Toxoid tetanus kelima (DPT 5) diberikan pada usia sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toxoid dewasa
• Tetanus toxoid tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6 atau DT) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. Dengan 6 dosis toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 5 dosis toxoid pada dewasa
• Jadi PPI merekomendasikan tetanus toxoid (DPT, DT, TT) 5x untuk memberikan perlindungan seumur hidup sehingga wanita usia subur (WUS) mendapat perlindungan terhadap bayi yang dilahirkan terhadap tetanus neonatorum.
Imunisasi Spacing Masa perlindungan Tujuan
T1 Mengembangkan kekebalan tubuh pada infeksi
T2 4 pekan setelah T1 3 tahun Menyempurnakan kekebalan
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun Menguatkan kekebalan
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun Menguatkan kekebalan
T5 1 tahun setelah T4 25 tahun Mendapatkan kekebalan penuh
Indikasi kontra
• Riwayat anafilaksis
• Ensefalopati pasca DPT sebelumnya
KIPI
• Lokal : bengkak, kemerahan, nyeri pada tempat suntikan
• Demam, gelisah, menangis terus menerus
• Reaksi anafilaktik, ensefalopati 1/50.000 dosis
VAKSIN POLIO
Ada 2 macam jenis vaksin polio
• Vaksin virus polio oral (OPV)
• Vaksin polio inactivated (IPV)
Vaksin virus polio oral (OPV)
• OPV berisi virus polio tipe 1, 2 dan 3 adalah strain/suku sabin yang masih hidup tapi sudah dilemahkan (attenuated), vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera yang distabilkan dengan sukrosa
• Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral. Virus vaksin ini kemudian menempatkan diri di usus san memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian
• Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8ᴼC. OPV dapat disimpan beku pada temperatur 20ᴼC. Vaksin yang beku dapat cepat dicairkan dengan cara ditempatkan antara kedua telapak tangan dan digulir-gulirkan, dijaga agar warna tidak berubah yaitu merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin yang telah terpakai dapat dibekukan lagi, kemudian dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan.
Vaksin polio inactivated (IPV) atau vaksin polio injeksi
• IPV berisi tipe 1, 2 dan 3 dibiakan pada sel-sel fero ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid
• IPV harus disimpan pada suhu 2-8ᴼC dan tidak boleh dibekukan
• Pemberian dengan dosis 0,5 ml, SC 3x berturut-turut dengan jarak masing-masing dosis 2 bulan
• Imunitas mukosa yang ditimbulkan IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang ditimbulkan OPV
• OPV diberikan pada BBL sebagai dosis awal, sesuai dengan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) dan Program Eradiksi Polio (ERAPO) tahun 2000
• Kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu
• Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 ml) diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat diberikan bersama-sama waktunya dengan suntikan vaksin DPT dan hepatitis B
Imunisasi penguat (booster)
• Dosis penguat OPV harus diberikan sebelum masuk sekolah, yaitu bersamaan pada saat diberikan dosis DPT sebagai penguat
• Dosis OPV berikutnya harus diberikan pada umur 15-19 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah
• Orang dewasa yang telah mendapatkan imunisasi sebelumnya, tidak diperlukan vaksinasi penguat, kecuali mereka yang dalam resiko khusus,
Imunisasi untuk orang dewasa
• Untuk orang dewasa sebagai imunisasi primer (dasar) dianjurkan diberikan 3 dosis berturut-turut OPV 2 tetes dengan jarak 4-8 minggu
• Interval minimal antara 2 dosis vaksinasi dapat diperpanjang dan dapat menyelesaikan vaksinasinya tanpa mengulang lagi
• Demua orang dewasa seharusnya divaksinasi terhadap poliomielinitis dan tidak boleh ada yang tertinggal
KIPI
Setelah vakisnasi, sebagian kecil resipien dapat mengalami gejala
• Pusing-pusing
• Diare ringan
• Sakit pada otot
Kontrai indikasi pemberian OPV
• Penyakit akut atau demam (suhu >38,5 C)
• Muntah atau diare
• Sedang dalam proses pengobatan kortikosteroid atau imuno supresif oral maupun suntikan, juga pengobatan radiasi umum
• Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial seperti limfoma, leukimia, dan anak dengan mekanisme imunologik yang terganggu, misal pada hipo-gamaglobulinemia
• Menderita infeksi HIV/anggota keluarga sebagai kontak
VAKSIN CAMPAK
Tahun 1963 dibuat dua jenis vaksin campak
• Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan, jangan terkena sinar matahari
• Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium)
• Tiap 0,5 ml mengandung 1000 u virus strain CAM 70, 100 mcg kanamisin, 30 mg eritromisin
Dosis dan cara pemberian
• Dosis minimal untuk vaksin yang dilemahkan adalah 0,5 ml secara subcutan atau intra muscular
• Jadwal pemberian campak pada bayi umur 9-11 bulan
• Imunisasi ulangan diberikan pada saat anak masuk sekolah usia 6-7 tahun dalam program BIAS
Reaksi KIPI
• Demam >39,5 C, biasanya setelah hari ke 5-6 dan berlangsung selama 2 hari
• Ruam, timbul pada hari ke 7-10 dan berlangsung selama 2-4 hari
Kontra indikasi
• Demam tinggi
• Sedang memperoleh pengobatan imunosupresi
• Hamil
• Mempunyai riwayat alergi
JADWAL IMUNISASI ANJURAN (NON PPI)
• Vaksin Haemophilus Influenza B (Hib)
• Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR)
• Vaksin Demam Thypoid
• Vaksin Hepatitis A
• Vaksin Varicella
Vaksin Haemophilus Influenza type B
• Yaitu Polisakarida H. Influenza tipe b dikonjugasikan pada toksoid tetanus, trometamol, sukrosa dan NaCl
• Suspensi berkabut keputihan
• Kombinasi dengan DTaP/DTwP
• Lokasi penyuntikan umur <2 tahun di paha mid anterolateral dan usia > 2 tahun di deltoid
Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR)
• Virus campak Schwarz hidup yang dilemahkan dalam embrio ayam
• Virus gondong Urabe dibiak dalam telur ayam
• Virus rubela Wistar dibiak pada sel deploid manusia
• Penyuntikan dilakukan secara subcutan atau intramuscular
• Direkomendasikan pada usia 12-18 bulan
• Serokonversi pada >95% kasus
• Kontraindikasi : imunodepresi, hamil, pasca imunoglobulin, transfusi darah (tunda 6-12 minggu).
• Tetap diberikan pada anak yang pernah campak, gondongan ataupun rubella
• Tidak ada bukti sahih berkaitan dengan autisme
Vaksin Demam Thypoid
• Komposisi terdiri dari polisakarida kapsul VI Salmonella typhi, Fenol, Nacl, NaHPO3H
• Diberikan secara intramuscular, pada usia > 2 tahun
• Imunitas 2-3 minggu pasca vaksinasi
• Imunogenitas rendah pada umur < 2 tahun
• Perlindungan 3 tahun
• Tidak melindungi terhadap Salmonella paratyphi A dan B
Vaksin Hepatitis A
• Virus inaktif dalam formaldehid
• Indikasi : anak usia > 2 tahun, endemis, sering transfusi (hemofilia), tinggal di panti asuhan
• Indikasi kontra : demam, infeksi akut, hipersensitif terhadap komponen vaksin
• Diberikan secara intramuscular
• Protektif pada 95-100%
Vaksin Varisela
• Virus hidup dilemahkan, strain Oka
• Diberikan secara subcutan
• Kontra indikasi : demam, sakit akut
• Jangan diberikan bersama vaksin hidup lain
• Jangan hamil dalam 2 bulan
• Tidak efektif bila transfusi gamma globulin
• Diberikan pada anak usia 1-13 tahun
• Rekomendasi IDAI muali usia 5 tahun
• Serokonversi : 94% (2 minggu setelah vaksinasi), 100% (6 minggu setelah vaksinasi)
• Aman, efektif dan ekonomis
Vaksin Influenza-1
• Virus tidak aktif dalam prefilled syringe (PFS)
• Bahan lain : telur, neomisin, formaldehid
• Penyimpanan pada suhu 2-8ᴼC , jangan terkena sinar matahari maupun beku
• Tiap tahun starin dapat berbeda berdasarkan rekomendasi WHO : selatan dan utara
• Strain 2004 untuk daerah selatan
o H1N1 (new Caledonia/20/99)
o H3N2 (Fujian/411/2002)
o Hongkong/330/2001
o Penyuntikan dilakukan secara intramuscular atau subcutan
6-35 bulan dosis 0,25 ml, >36 bulan dosis 0,5 ml, <8 tahun perlu booster 4 minggu kemudian
• Vaksinasi diulang tiap tahun
Vaksin kombinasi (tetract-Hib dan Infantrix-Hib)
• Tetract-Hib : kombinasi DPwT+Hib
• Infanrix-Hib : kombinasi DPaT+Hib
DPwT/DpaT dalam vial, Hib dalam PFS (prefilled syringe)
• Sebelum disuntikan, dicampur dengan menyedot DPwT/DpaT ke dalam PFS Hib
• Kontra indikasi
Sama dengan komponen masing-masing vaksin
Vaksin Pneumokokkus (Prevenar)
• Terdiri dari 7 sakarida yang berbeda (serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F)
• Konjugasi dengan 20 ug dari masing-masing 6 serotipe
• Bebas pengawet dan bebas thimerosal
• Dosis 0,5 ml diberikan secara intramuscular
• Manfaat : mengurangi resiko invasive pneumococcal disease (IPD), radang paru (pneumonia), radang telinga tengah dan pengobatannya, pembawa kuman (nashoparyngeal carriage), Occult becteremia, dan mungkin efektif pada anak yang tak responsif dengan vaksin pneumokokkus polisakarida (PPV)
Sumber
Diktat kuliah
Modul 2 : EPI vaccines. 1998. Hal 2. Geneva
Pedoman imunisasi di Indonesia. 2005. hal 88
Vademecum biofarma. 2002
WHO : expanded programme or immunization . immunization in practice
Posted in BBL, ilmu kesehatan anak, MTBS

PEDOMAN IMUNISASI

Pedoman
Keterpaduan Pemberian Kapsul Vitamin A dan
Imunisasi Campak di daerah Kumuh Perkotaan
(Untuk Petugas Kesehatan)


Buku pedoman ini merupakan pegangan bagi tenaga kesehatan untuk melaksanakan pemberian kapsul vitamin A (diluar bulan Februari dan Agustus) dan melaksanakan imunisasi campak pada anak balita (umur 6 bulan – 5 tahun) di daerah kumuh perkotaan.

Kegiatan ini perlu dilakukan karena cakupan kapsul vitamin A dab imunisasi Campak didaerah kumuh perkotaan masih rendah. Kondisi ini diperburuk lagi dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan dampak buruk terhadap status kesehatan dan gizi, terutama pada keluarga miskin.

Buku ini merupakan bagian dari “Pedoman Akselerasi Cakupan Kapsul Vitamin A” dan “Pedoman Campak”.

1. Apa yang dimaksud dengan keterpaduan pemberian kapsul vitamin A dan Imunisasi Campak ?

Keterpaduan pemberian kapsul vitamin A dan imunisasi campak merupakan kegiatan pemberian kapsul vitamin A dan imunisasi campak yang dilaksanakan pada waktu dan tempat yang sama, dengan tujuan untukmeningkatkan hasil cakupan dan menurunkan angka kematian karena campak.

2. Mengapa perlu dilaksanakan bersama-sama ?

a. Adanya kesamaan sasaran yaitu untuk anak balita yang berumur 6 bulan- 5 tahun.
b. Petugas imunisasi dapat memberkan kapsul vitamin A sehingga lebih efisien dalam melakaksanakan program.
c. Pemberian kapsul vitamin A akan meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga dapat mengurangi komplikasi campak.
d. Pemberian kapsul vitamin A dan imunisasi campak secara bersama-sama didaerah kumuh perkotaan akan meningkatkan cakupan program dan memoerluas jangkauan pelayanan yang tidak terjangkau oleh kampanye rutin.
e. Pemberian kapsul vitamin A dan imunisasi campak meskipun dilakukan bersama-sama tidak ada efek samping (Kontra Indikasi).

3. Bagaimana Cara Penentuan Lokasi ?

a. Daerah kumuh perkotaan dengan cakupan kapsul vitamin A rendah (<60 %) dan imunisasi campak rendah (<80 %) dalam 3 tahun terakhir.
b. Daerah kumuh perkotaan yang merupakan kantong campak (ada kasus campak yang terjadi terus menerus sepanjang tahun).

4. Siapa Sasaran Pemberian Kapsul Vitamin A dan Imunisasi Campak ?

a. Kapsul vitamin A diberikan pada semua balita (6 bulan – 5 tahun) tampa memperhatikan apakah sudah atau belum diberikan kapsul vitamin A pada bulan kapsul vitamin A (bulan Februari dan Agustus).
b. Imunisasi campak diberikan pada semua balita (6 bulan – 5 tahun) tanpa melihat status imunisasi.

5. Bagaimana Cara Pemberian Kapsul Vitamin A dan Imunisasi Campak ?

a. Pemberian Kapsul Vitamin A

• Semua bayi umur 6-11 bulan baik yang sehat maupun yang sakit, mendapatkan 1 kapsul vitamin A 100.000 SI yang berwarna biru.
• Semua anak balita umur 1-5 tahun baik sehat maupun sakit, mendapatkan 1 kapsul vitamin A 200.000 SI yang berwarna merah.

Dengan cara :
• Gunting ujung kapsul yang lancip sampai terbuka.
• Teteskan seluruh isi kapsul kedalam mulut bayi atau balita.
• Kapsul diberikan ditempat, tidak untuk dibawa pulang.
• Kapsul kosong dibuang ditempat sampah.

b. Pemberian Imunisasi Campak

• Imunisasi campak dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai (autodestruct syringe).
Penggunaan alat suntik tersebut dimaksudkan untuk menghindari penularan penyakit HIV/AIDS dan Hepatitis B.

Dengan cara :
• Vaksin Campak dilarutkan dulu sebelum saat pelayanan akan dimulai.
• Buka tutup torak dan tutup jarum.
• Tusukkan jarum tersebut ke vial vaksin. Pastikan ujung jarum selalu berada didalam cairan vaksin, jauh dibawah permukaan cairan vaksin, sehingga tidak ada udara yang masuk kedalam semprit.
• Tarik torak perlahan-lahan agar cairan vaksin masuk kedalam semprit, sampai torak terkunci secara otomatis, torak tidak dapat ditarik lagi.
• Cabut jarum dari vial, keluarkan udara yang tersisa dengan cara mengetuk alat suntik dan mendorong torak sampai pada skala 0,5 cc.
• Bersihkan kulit dengan air hangat, kemudian suntikan vaksin secara intramuskular (lakukan aspirasi sebelumnya untuk memastikan apakah jarum tidak menembus pembuluh darah). Alat suntik yang telah dipakai langsung dibuang kedalam insinerator tanpa penutup jarum dan penutup torak.

Untuk menghindari resiko tertusuk jarum, petugas kesehatan tidak boleh memasang kembali penutup jarum.

Insinerator berisi alat suntik bekas pakai dibawa kembali ke Puskesmas dan kemudian setelah penuh, baru dipakai.









• Vaksin campak yang telah dilarutkan hanya bertahan 3 jam, setelah lewat waktu tersebut tidak boleh dipakai lagi.
• Lokasi penyuntikan sebaiknya paha anak, tekhnis penyuntikan sesuai juknis imunisasi.


6. Apa yang harus dilakukan

a. Persiapan

• Sebulan sebelum waktu pelaksanaan perlu disampaikan pesan-pesan kepada masyarakat antara lain:
- Pentingnya kapsul vitamin A dan imunisasi campak
- Mempersiapkan jadwal pelaksanaan dan tempat-tempat/pos kapsul vitamin A dan pelayanan imunisasi campak (pakai poster “Pos Vitamin A” yang telah dikirim)
- Cara mengatasi bila terjadi anaphylactic shock karena imunisasi

• Pada hari H-1 semua sarana pelayanan telah mendistribusikan:
- Data sasaran balita (alamat, nama ayah, nama ibu, tanggal lahir, umur).
- “Undangan “ kepada sejumlah sasaran yang telah terdata.
- Kapsul vitamin A sebanyak 125 % jumlah sasaran.
- Pakai kapsul vitamin A yang diterima lebih awal terlebih dahulu, perhatikan tanggal kadaluwarsa.
- Alat suntik sesuai jumlah sasaran.

- Vaksin campak sesuai kebutuhan , dengan perhitungan jumlah vial sama dengan jumlah sasaran dibagi 8 (untuk vial 10 dosis).
- Vaksin campak harus disimpan didalam termos berisi es dengan suhu berkisar 2-8 C
- Insenerator/kotak karton untuk memusnahkan alat suntik bekas pakai.
- Format pelaporan yang akan digunakan

b. Pelaksanaan

• Pada hari H dimana telah ditentukan jamnya telah berkumpul semua anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun di pos Vitamin A .Dilakukan pemberian kapsul vitamin A dan imunisasi campak.
• Pada hari H+1 dilakukan sweeping pada rumah yang mempunyai anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang belum datang ke pos Vitamin A, untuk diberikan kapsul vitamin A dan imunisasi campak

7. Bagaimana Cara Pencatatan dan Pelaporan ?

Khusus untuk kegiatan keterpaduan ini, menggunakan laporan seperti contoh format terlampir.
Hasil cakupan imunisasi dan vitamin A selanjutnya direkap di Puskesmas dan dilaporkan melalui SP2TP.

8. Apa Yang Dilakukan terhadap Sisa Kapsul dan Vaksin ?

a. Sisa kapsul vitamin A, dapat disimpan sesuai dengan tanggal kadaluwarsa yang tertulis di botol kapsul.
b. Sisa kapsul dicatat dalam pencatatan logistik dalam laporan obat.
c. Semua vaksin yang masih utuh dibawa kembali ke puskesmas dalam termos berisi es batu.
d. Semua botol vaksin kosong dan vaksin sisa dibawa kembali ke Puskesmas untuk dimusnahkan setelah dihitung.

LINDUNGI KELUARGA ANDA DENGAN IMUNISASI

"Lindungi diri anda dan keluarga dari serangan berbagai penyakit yang berbahaya"
Data statistik menunjukkan makin banyak penyakit menular bermunculan dan senantiasa mengancam kesehatan anda. Jangan biarkan anak anda dan diri anda sendiri terserang oleh infeksi yang dapat membahayakan hidup anda. Lindungi anda dan keluarga dari infeksi dengan melalui vaksinasi terkontrol.

"Pencegahan lebih baik dari pada mengobati"
Setiap tahun diseluruh dunia, ratusan ibu anak-anak dan dewasa meninggal Karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi tentang pentingnya Imunisasi. Bayi-bayi yang baru lahir, anak-anak usia muda yang bersekolah dan orang dewasa sama-sama memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular yang mematikan seperti ; Diferi, Tetanus, Hepatitis B, Influenza, Typhus, Radang selaput otak, Radang paru-paru, dan masih banyak penyakit lainnya yang sewaktu-waktu muncul dan mematikan. Untuk itu salah satu pencegahan yang terbaik dan sangat vital agar bayi-bayi, anak-anak muda dan orang dewasa terlindungi hanya dengan melakukan Imunisasi.
Mengapa perlu Imunisasi?

Untuk melindungi tubuh agar tetap sehat dan bahagia selalu
Siapa yang perlu Imunisasi?

¤ Bayi dan anak balita, anak sekolah, remaja
¤ Orang tua, manula
¤ Top management / Executive perusahaan
¤ Calon jemaah haji/umroh
¤ Anda yang akan bepergian ke luar negeri
¤ Dll.

B C G ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN )
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.
Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis ( TBC ), Imnunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daera leher, bial diraba akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.

D P T
DIFTERI

Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin ) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .

PERTUSIS

Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “ adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.
Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk / bersin ). Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang pentuntikan.
TETANUS

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
POLIO
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan

imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah ( 5 – 6 tahun ) dan saat meninggalkan sekolah dasar ( 12 tahun ).Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini jangan diberikan pada anak yang lagi diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa kejang-kejang.
RABIES

Rabies adalah penyakit zoonotik yang disebarkan oleh Virus Rabies ( Rhabdovirus ). Penyakit zoonotik lainnya adalah Toxoplasmosis, Japanese Encephalitis, Leptospirosis. Kota Jakarta sebenarnya sudah tidak ada rabies, namun terdapat resiko penduduk terkena Rabies melalui gigitan anjing, kucing atau kera dari uar Jakarta dan menunjukan gejala Rabies di Jakarta. Angka kematian ( fatalitas ) masih 100%. Penderita Rabies diisolasi secara ketat dalam ruangan khusus.
1. Penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabies.
2. Rabies di Jawa Barat pertama kali ditemukan pada hewan tahun 1894, sampai saat ini masih belum dapat diberantas secara tuntas dan menyebabkan Jawa Barat merupakan satu-satunya propinsi di Pulau Jawa yang belum bebas dari penyakit rabies.
3. Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita rabies atau dapat pula melalui luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
1. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa / Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
2. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
3. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
4. Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
5. Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
6. Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau anjing yang diliarkan.
7. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing, kera dan hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
8. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkannya kepada Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.
PENANGANAN HEWAN RABIES
1. Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan dibunuh, laporkan kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau diserahkan langsung kepada Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan observasi selama 14 hari.
2. Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh atau mati, kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat sebagai bahan pemeriksaan laboratorium.
GEJALA PENYAKIT RABIES
1. Hewan yang menjadi garang atau ganas ( furious rabies)
2. Sikap hewan tenang ( dum rabies )
TINDAKAN PADA ORANG YANG DIGIGIT HEWAN TERSANGKA RABIES
1. Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih atau kapas.
2. Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah , Iodium atau Betadine.
3. Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat
CAMPAK

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya.
Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.
CAMPAK DI INDONESIA
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.
Tahapan pemberantasan Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
C. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.
Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu:
Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans Campak.
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
Pemeriksaan Laboratorium Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.
Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng - kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
Kesimpulan.
Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurutan paling tajam pada kelompok umur
HEPATITIS

Masalah Hepatitis B makin maningkat. Prevalensi pengidap di Indonesia tahun 1993 bervariasi antar daerah yang berkisar dari 2,8% - 33,2% . Bila rata-rata 5% penduduk Indonesia adalah carier Hepatitis B maka diperkirakan saat ini ada 10 juta orang. Para pengidap ini akan makin menyebar ke masyarakat luas. Negara dengan tingkat HbsAg >8% dihimbau oleh WHA untuk menyertakan Hepatitis B ke dalam program imunisasi nasional. Target di tahun 2007 adalah Indonesia bebas dari Hepatitis B. Sebesar 50% dari Ibu hamil pengidap Hepattis B akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita Hepatitis B ( 10 % ) akan menjurus kepada kronis dan dari kasusu yang kronis ini 20%-nya menjadi hepatoma. Dan kemungkinan akan kronisitas kan lebih banyak terjadi pada anak-anak Balita oleh karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya berkembang sempurna.
INFLUENZA

Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi melalui udara pada saat berbicara, batuk dan bersin, Influenza sangat menular selama 1 – 2 hari sebelum gejalanya muncul, itulah sebabnya penyebaran virus ini sulit dihentikan.
Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk – pilek biasa yang tidak berbahaya. Gejala Utama infleunza adalah : Demam, sakit Kepala,sakit otot diseluruh badan, pilek, sakit tenggorok, batuk dan badan lemah. Pada Umumnya penderita infleunza tidak dapat bekerja / bersekolah selama beberapa hari.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza yang banyak menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak – anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari sekolah dan tempat kerja ) sangat tinggi.
Berbeda dengan batuk pilek biasa influenza dapat mengakibatkan komplikasi yang berat. Virus influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang menyebabkan radang paru ( Pneumonia ) yang berbahaya. Selain itu, apabila penderita sudah mempunyai penyakit kronis lain sebelumnya ( Penyakit Jantung, Paru-paru, ginjal, diabetes dll ), penyakit-penyakit itu dapat menjadi lebih berat akibat influenza.
Setiap orang dapat terserang influenza tanpa membedakan usia dan tingkat sosial. Cara mencegah agar kita tidak terserang penyakit Influenza adalah dengan memelihara cara hidup sehat, yakni dengan makanan sehat dan berolah raga teratur serta istirahat yang cukup. Cara yang lain adalah dengan melakukan Vaksinasi, cara ini paling efektif dan aman dan dapat memberikan perlindungan selama satu tahun terhadap serangan penyakit Influenza..
Bagi ummat Islam yang akan menunaikan Ibadah haji baik ibadah haji Umroh maupun ibadah haji biasa sebaiknya dilakukan imunisasi influenza ini, karena bila jamaah terjangkit penyakit influenza maka pelaksanaan ibadah hajinya tentu akan terhambat, sementara dengan melakukan Imunisasi ( pencegahan ) kiranya lebih mudah daripada bila jamaah haji sudah terkena penyakit influenza ini.
MENGENAL INFLUENZA PADA JEMAAH INDONESIA Dalam musim haji tahun ini, jamaah haji Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan tertular penyakit Influenza selama di Arab Saudi. Hal ini mengingat penyakit Influenza berpotensi sebagai salah satu masalah kesehatan jamaah berbagai bangsa yang sedang berhaji termasuk jamaah haji Indonesia.
WHO melaporkan penyakit ini telah beberapa kali menimbulkan pandemi yang dikenal dengan Spanis Flu ( 1918 ), Asian Flu ( 1968 ), Hongkong Flu( 1968), Russian Flu( 1977 ) dan Flu Burung di Hongkong ( 1997 ). WHO menekankan pula, adanya kecenderungan peningkatan jumlah baik kesakitan dan kematian karena Influenza akhir-akhir ini di Eropah dan Amerika serta penyakit ini diperkirakan akan merebak ke seluruh dunia termasuk Arab Saudi.
Beberapa kondisi yang diidentifikasi dapat berhubungan dengan kejadian Influenza pada jemaah Indonesia. Adapun kondisi tersebut, seperti; besarnya jumlah jemaah yang datang berhaji dari seluruh dunia haji pada setiap tahunnya, peningkatan jumlah kasus Influenza dapat terjadi pada musim hujan atau dingin disuatu negara, kualitas fisik jemaah yang memperihatinkan dan ruas perjalanan haji yang panjang serta berbagai pengaruhnya kepada kesehatan. Disamping itu, lebih kurang dua perlima dari jemaah haji Indonesia termasuk golongan risti. Perdefinisi risti adalah kondisi/ penyakit pada calon jemaah haji/ jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya selama perjalanan ibadah haji. Kondisi risti ini juga dikenal sebagai kelompok berisiko tinggi bagi penyakit Influenza. Kesemua hal ini dapat berdampak tidak menguntungkan bagi kesehatan jemaah haji Indonesia.
Tulisan ini memuat gambaran ringkas tentang penyakit Influenza, perlunya kewaspadaan serta upaya pencegahan yang dilakukan oleh jemaah haji. Melalui tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan jamaah haji tentang Influenza sekaligus mampu berprilaku semestinya selama perjalanan haji.
Apa yang disebut penyakit Influenza?
Penyakit Influenza adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang bersifat akut dan menular. Apa penyebab penyakit ini? Penyebab penyakit inluenza adalah Virus Influenza( yang termasuk dalam kelompok virus Orthomyxoviruses ). Ada 3( tiga ) type virus penyebab penyakit Influenza, yaitu; A, B, dan C. Type A dikenal bersifat sangat menular dan dapat tersebar pada kelompok penduduk secara lokal, nasional atau bahkan secara global.
Bagaimana cara penularan dan perjalanannya ditubuh manusia? Penularan penyakit Influenza dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak langsung. Umumnya, penularan terjadi melalui percikan air ludah /liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau percikan batuk maupun bersin.
Adapun periode masuknya virus penyebab sampai timbulnya gejala dan tanda penyakit Influenza rata-rata 2 hari dengan rentang jarak 1 – 4 hari, sedangkan kemungkinan penularan mulai dapat terjadi 1-2 hari sebelum dan 4-5 hari setelah gejala penyakit.
Apa gejala dan tanda penyakit Influenza?
Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 – 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut diatas akan berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan sakit tenggorokan. Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik : muka kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang ditakutkan adalah timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ), myositis, sindroma Reye, gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap penyakit kronis dapat bertambah berat bila terkena penyakit Influenza. Beberapa penyakit kronis tersebut, seperti; Asma, paru–paru kronis, jantung, kencing manis, ginjal kronis, gangguan status imunitas tubuh, kelainan darah dll.
Mengapa Jemaah Haji Indonesia Perlu Mewaspadai Tertular Penyakit Influenza Selama Perjalanan Haji? Jemaah haji Indonesia perlu mewaspadai tertular Penyakit Influenza, karena: penyakit inluenza bersifat menular dan kepadatan manusia dalam musim haji dapat memudahkan penularan penyakit diantara jemaah; jemaah haji terpajan musim dingin dimana penderita penyakit ini biasanya meningkat; status kesehatan jemaah berpenyakit risti dan usia lanjut cukup besar yang dikategorikan sebagai kelompok berisiko tinggi tertular penyakit influenza, kualitas fisik jemaah haji cukup memperhatinkan dan perjalanan haji yang panjang menjadikan jemaah cukup rentan tertular penyakit. Untuk kesemua hal diatas jemaaah haji patut meningkatkan kewaspadaan dari tertular penyakit Influenza.

Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan jamaah haji untuk mencegah dari risiko tertular penyakit Influenza?
1. Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan jemaah haji, yaitu:
Memelihara kebersihan diri dan lingkungan pondokan secara baik.
2. Istirahat yang cukup, banyak mengkonsumsi buah-bahan segar dan sayur-sayuran hijau.
3. Minum air yang cukup dan upayakan membawa air minum serta tempat minum( mangkuk/ gelas ) masing-masing.
4. Membiasakan diri untuk membersihkan ingus memakai kertas tissu atau sapu tangan yang dapat menyerap cairan hidung dan membuangnya di tempat sampah.
5. Selalu memakai masker(penutup) hidung dan mulut yang bersih selama berada di Arab Saudi. Pemakaian masker bertujuan untuk mencegah jamaah haji dari terkena percikan air ludah/ liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau terkena percikan dahak, ingus, batuk dan bersin.
6. Bagi jemaah haji yang terkena penyakit Influenza agar tetap menggunakan masker baik di pemondokan atau diluar pemondokan agar tidak menularkan kepada jemaah haji yang sehat.
7. Mengurangi keluar dari pondokan bila tidak perlu.
8. Menghindari diri agar tidak kontak dekat dengan penderita bergejala dan tanda penyakit Influenza.
9. Sedapat mungkin menghindari kerumunan kepadatan manusia atau tempat - tempat yang dipadati orang terutama pada tempat yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan ibadah haji.
10. Hindari hidup berdesakan dalam satu kamar pondokan di luar jumlah yang sudah ditentukan selama di Arab Saudi.
11. Bila merasa sakit, segera berobat ke TKHI Kloter atau BPHI setempat.
DEMAM TIFOID (TIFUS)

Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh ( sistemik), Bakteri ini akan berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam darah sehingga meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya terjadilah peyebaran kuman kedalam limpa, kantung empedu, hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya. Gejala-gejalanya adalah : Demam, dapat berlangsung terus menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore / malam hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali diakhir minggu. Gangguan Pada Saluran Pencernaan, Nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan limpa membesar serta timbul rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan bahkan dapat terjadi diare. Gangguan Kesadaran, Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu menjadi apatis ( acuh tak acuh) sampai somnolen ( mengantuk )
Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam tofoid, yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-buahan segar. Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat menyebabkan manusia terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit Demam Tifoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek samping dan kadang-kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang kemudian.


IMUNISASI

Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai imunisasi ?. Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakir-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Bilamana fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan Imunisasi dengan pertimbangan tertentu, orang tua dapat menghubungi seseorang Dokter (Dokter Spesialis Anak) untuk mendapatkannya.
Tujuan Imunisasi:
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
Manfaat Imunisasi:
(1)Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
(2)Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
(3)Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Perlukah Imunisasi ulang?
Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.
Dimana mendapatkan imunisasi?
(1)Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(2)Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.
(3)Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta.

Apakah Imunisasi Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus (DPT) dapat diberikan bersama-sama Imunisasi polio?
Imunisasi DPTdan polio dapat diberikan bersamaan waktunya.
Efek samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:

BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2 – 3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.

POLIO: Jarang timbuk efek samping.

CAMPAK: Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 – 10 hari sesudah penyuntikan.

HEPATITIS: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.
Perlukah pemerikasaan darah sebelum pemberian Imunisasi Hepatitis?
Untuk bayi berumur lebih dari 1 tahun seyogyanya dilakukan pemerikasaan darah.

TETANUS TOXOID: Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
Untuk apakah Imunisasi ini?
Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita usia subur.

Apakah Imunisasi Dasar dan beberapa kali diberikan?
Imunisasi Dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif.
Kekebalan Imunisasi Dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis agar dapat melindungi dari paparan penyakit.
Pemberian Imunisasi Dasar pada Campak, BCG, tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam waktu cukup lama.
(dari berbagai sumber)
________________________________________
Tanggal dibuat : 08/03/2005 . 14:47
Revisi terakhir : 17/02/2010 . 19:12
Kategori : IMUNISASI
Halaman pernah dibaca 219069 kali
________________________________________